Waktu itu, langit bersemu jingga.
Aku yang datang telat berlari kecil setelah turun dari motor menuju masjid kecil. Didalam sudah ada banyak anak kecil duduk diatas tikar dengan Iqra diatas meja-meja persegi panjang. Rupanya jumlah mereka lebih banyak daripada kami. Karena waktu terlalu sempit untuk melakukan kegiatan mengaji seperti biasa, akhirnya temanku putuskan untuk menggabung kedua kelas serta melakukan diskusi kecil, temanya adalah "impian"
"ada yang tahu apa itu impian"
ada hening sebentar, kemudian disusul acungan jari dan jawaban bertubi-tubi
"cita-cita", "mimpi", "harapan", dan beberapa anak perempuan hanya diam, menunduk malu.
"ayo tulis impian kalian jika sudah besar di papan tulis!"
kemudian, anak-anak yang sudah bisa menulis berebut spidol dan mengantri menulis impiannya di papan tulis, sementara anak-anak TK hanya berseru, menyebutkan impian mereka dengan semangat.
"aku mau jadi dokter"
"aku mau jadi ABRI"
"aku mau jadi india!"
diantara anak-anak perempuan yang belum bisa menulis, salah satunya duduk dipangkuanku, diam.
"kamu mau jadi apa kalo sudah besar?"
"frozen"
selayang lagu let it go berputar dikepalaku dan pecahlah tawaku dalam sekejap.
"terus mau jadi apa lagi?"
"artis"
"ih masa kamu mau jadi artis sih ihh" seorang anak perempuan sebayanya berkomentar
mendengar kata-kata temannya itu, matanya langsung berkaca-kaca dan mulai mengadu
"eh, masa artis nangis sih, artis kan keren, artis harus ceria dong"
aku berusaha menghibur sambil menepuk-nepuk lembut kepalanya
"iya tau, kalo artis kan bisa nyanyi, bisa nari apa aja, kalo aku cita-citanya india, cuma bisa nyanyi sama nari india aja" Tidak kuduga, temannya tadi justru balik menghiburnya. Sepertinya merasa bersalah. (Plus aku baru memahami maksud impiannya itu dengan "oalah" dalam hati)
setelah insiden aneh tadi, tidak lama kemudian anak lainnya merengek dan mengadu padaku.
"mbak.. mbak... masa, aku difitnah nakalin dia" (ngomong-ngomong dia benar-benar menggunakan kata "fitnah")
"eh nggak boleh berantem, ayo baikan.." rupanya si india kecil berulah lagi.
"kamu cita-citanya apa?"
"dokter" dengan pipi yang basah, ia bersembunyi di lenganku.
"looh, india itu ya, sama dokter itu harus saling bekerja sama, jadi nggak boleh berantem. ayo baikan"
bimsalabim, entah bagaimana kata-kata asal bunyi itu manjur untuk membuat mereka saling berjabat tangan.
Kemudian, temanku melanjutkan sesi diskusi tentang impian, ia menjelaskan tentang profesi-profesi secara sederhana.
Dalam perjalanan pulang, aku teringat dengan mimpi-mimpi waktu kecilku.
Rasanya dulu terasa sederhana, sangat mungkin, dan akan mudah untuk mendapatkannya.
Sekarang, aku mulai tidak sependapat.
Tapi aku bersyukur karena bisa datang ke masjid sore itu, karena paling tidak aku diingatkan tentang satu hal.
Bahwa impian itu seharusnya menjadi mungkin dan sederhana jika kita memikirkan hal tersebut dengan cara yang sama, bahwa tidak salah jika kita selalu membayangkan hal-hal bahagia saat kita telah mendapatkannya.
Seharusnya aku tidak sering mengeluh dan menyalahkan berbagai keadaan atau selalu saja membahas hal-hal sulit selama proses menuju kesana, karena bukankah justru itu yang membuatku merasa semakin sulit mengejar mimpiku.
Dan jenuh yang rasanya tidak kunjung luntur ini mestinya bisa kuatasi dan bukanlah penghalang. Huhu, ayo semangat ningzzzzzzzz!!!!!!!!!!!!!!
BYE
(ngomong-ngomong, di akhir sesi diskusi ada kuis tentang profesi, waktu itu ada pertanyaan:
"apa tugas polisi??"
"tidur"
suara lantang nan polos itu terdengar di kupingku diantara seruan "saya-saya" dan acungan jari diatas kepala. dan kalian bisa menebak apa yang aku lakukan selanjutnya)
:)))))))))))))))))))))))))))))))))))
No comments:
Post a Comment